Langsung ke konten utama

Referensi Bacaan Dahulu dan Sekarang

Mari berbicara tentang ilmu pengetahuan,

Jaman dahulu, Ulama' penuntut ilmu apapun, hadits, kedokteran, Fiqih membutuhkan effort, totalitas yg luar biasa. Bagaimana tidak? Effort yg dapat diliha dalam bentuk perjalanan yg cukup jauh, biaya yg tidak sedikit, dan fokus alias konsentrasi yg optimal adalah ciri utama penuntut ilmu saat itu. Apa masalah utama mereka? Jawabannya adalah referensi yg tersebar di berbagai tempat, dan untuk mendapatkan sumber yg valid, harus datang langsung lalu ber-mulazamah kepadanya.

Di Jaman sekarang, Referensi mudah sekali didapatkan, bahkan terkadang, referensi2 tersebut berjajar di laptop kita, di hand phone kita, di rak perpustakaan kita. Apa yg dibaca oleh ilmuwan di London atau New York, bisa kita baca dengan mudah dengan akses internet. Tapi, pada kenyataannya banyak referensi hanya berfungsi sebagai simpanan dalam laptop kita/perpustakaan kita.

Dari dua jaman yg berbeda tersebut, didapatkan dua macam masalah yg berlawanan, Referensi yang sangat langka sehingga menimbulkan KESULITAN, dan Referensi yang terlalu berlimpah  sehingga menimbulkan KEBINGUNGAN.

Bingungkan? Bagaimana mengatasinya? Maka kita harus berstrategi. Ada solusi menarik yang ditawarkan oleh Elvandi di Majalah Al Intimna' edisi Januari 2014, yaitu sebagai berikut:

1. Rencanakan Bacaan
Tentukan visi apa yang kita ingin capai ketika membaca. Lalu subyek apa yg harus dikuasai untuk mencapai visi pemahaman tsb. Perhatikan keterkaitan referensi dengan subyek yang dikuasai entah mengenai tokohnya, definisinya, dr sudut pandang Islam, lalu hubungannya dengan problematika yg dihadapi sekarang apa.

2. Sumber Referensi
Perhatikan juga, kualitas referensi bacaan kita. Sumber yang paling terpercaya ada beberapa hal, misalnya Al-Qur'an dan As Sunnah, Ulama' yang terdahulu, Jurnal Ilmiah. Sumber yang paling basic dan pionir adalah yg lebih diutamakan untuk dibaca karena berkaitan pemahaman konsepsi kita tentang subyek tsb.
Web, Artikel di internet dikategorikan sebagai referensi pendukung yang biasa ditulis dengan bahasa yang mudah dan popular.

Tanpa dua hal tersebut, dikhawatirkan Waktu seorang Pemuda hanya habis untuk membaca tapi tidak mengantarkannya pada pemahaman. Dia bisa jadi punya keyakinan. Tapi, A..Sif/Unfortunately/sayang sekali (maaf, iseng), Keyakinannya tidak meyakinkan karena pemahaman yg tdk dibangun di atas metodologi dan referensi.

So, Selamat membaca dan mendapatkan referensi yang tepat untuk pengembangan kualitas dan kompetensi diri kita. ^_^

Kahuripan Bandung-Solo, 25 Januari 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Material Absorbsi

Ada empat tipe bahan atau material  yang paling sering digunakan untuk mengontrol g angguan yang timbul karena adanya cacat akustik. Empat tipe bahan itu adalah Absorber, isolator, isolator vibrasi, dan damping. Namun di makalah ini hanya akan dibahas mengenai bahan untuk absorbsi.  Bahan absorbsi secara umum berfungsi untuk menyerap energi suara dengan tujuan menyeimbangkan reverberation time, menyerap gangguan yang tidak diinginkan, menghilangkan rentang fekuensi tertentu dan fungsi lainnya. Selain menambah kualitas akustik di suatu ruangan, aspek kenyamanan dan kesesuaian dengan komponen lain, misalnya pencahayaan, arsitek, dan lainnya, harus diperhatikan juga.  Setiap bahan absorbsi mempunyai koefisien absorbsi yang berbeda beda. Koefisien absorbsi suara suatu bahan didefinisikan sebagai perbandingan antara energi akustik yang diserap dengan energi akustik yang datang menimpa bahan tersebut. Koefisien absorbsi suara suatu bahan dapat dihitung dengan menggunakan

Semua akan Indah Pada Waktunya... Tasyabuh?

Larangan tasyabbuh edition.... "Semuanya Akan Indah pada Waktunya" ternyata kalimat tersebut dari BIBLE dan sudah menjadi syiar umum bagi kaum Nashrani (di Doa di nyanyian di Gereja). apakah kita akan menjadikan syiar mereka menjadi syiar kita sebagai umat Islam???? Insya Allah banyak kalimat dari Al Qur'an dan As Sunnah yang lebih baik dari perkataan tersebut. Salah satu contohnya adalah surat Fushilat ayat 30-31 atau Ali Imron yang berbunyi " wa saari'u ilaa maghfirotim mir Robbikum" ....dst. Eh kok ada yang beda di ayat tersebut? Yap, di sana TIDAK semuanya akan indah pada waktunya. Kita akan mendapatkan balasannya jika kita telah melakukan sesuatu terlebih dahulu (beriman, beramal, istiqomah dll) dan sudah dikehendaki oleh Allah. Jika tidak sependapat tidak apa-apa. Tapi bukankah kita lebih baik tidak atau berhati-hati untuk tidak bertasyabbuh? ------- ini bunyi kalimat tersebut di Bible...... "Ia membuat segala sesua

Unta Rahilah

“innamannaasa kal ibilil miati laa takaadu tajidu fiihaaa raahilah” “Sesungguhnya manusia itu bagaikan seratus ekor unta, hampir-hampir tak kau temukan di antara mereka yang benar-benar Rahilah (unta pembawa beban berat)” [HR Bukhari, XX/151 No.6017] Apakah yang dimaksud dengan 'Rahilah itu'. Al-Khaththabi rahimahullah: “mayoritas manusia memiliki kekurangan. Adapun orang yang memiliki keutamaan dan kelebihan jumlahnya sedikit sekali. Maka mereka seperti kedudukan unta yang bagus untuk ditunggangi dari sekian unta pengangkut beban.’ (Fathul Bari, 11/343) Al Imam Nawawi rahimahullahu:”Orang yang diridhoi keadaannya dari kalangan manusia, yang sempurna sifat-sifatnya, indah dipandang mata, kuat menanggung beban (itu sedikit jumlahnya).” (Syarah Shahih Muslim, 16/10) Ibnu Baththal rahimuhullahu: “Manusia itu jumlahnya banyak, namun yang disenangi dari mereka jumlahnya sedikit.” (Fathul Bari, 11/343) Apakah kita bisa menjadi Unta Rahilah itu di antara Umat islam