Langsung ke konten utama

Bagaimana Rasulullah Menanggapi Fitnah

http://abizakii.files.wordpress.com/2010/09/wallpapers_40-5yd5li8388w04k4k4gkkowwcs-2ob3lob1nvsw4440kcosg0wg8-th.jpeg?w=300&h=225

Di Masa Sekarang, fitnah berupa berita bohong (haditsul ifki) mudah sekali ditemui di dalam kehidupan kita. Fitnah ini dapat menimpa siapa saja dan organisasi apa pun. Bahkan, dengan berkembangnya media, berita ini lebih mudah untuk tersebar. Dalam menghadapi haditsul ifki ini, ada beberapa kejadian di masa uswah kita, Nabi Muhammad Shalallaahu 'alaihi wa Salam, yang bisa kita ambil ibroh dan hikmahnya.

Pada masa kenabian, didapati haditsul ifki yang mengguncangkan umat Islam di Madinah. Haditsul Ifki ini menimpa Ummahatul Mukminin, A'isyah RadhiyAllaahu 'anhaa salah seorang tokoh yang sangat dihormati oleh Umat Islam. Hadistul ifki ini akhirnya dapat diselesaikan setelah Allah menurunkan surat An Nuur.

Apa pelajaran yang dapat kita ambil dari peristiwa itu? Di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Jangan Mudah Menuduh Jika Baru Ada Prasangka

Menghindari tuduhan yang masih bersifat prasangka adalah kewajiban pokok yg dtunaikan kaum muslimin.

Pada saat fitnah terjadi, Shahabat yang kuat imannya tetap dijaga hati dan mulutnya oleh Allah. Ketika fitnah menyerang, para shahabat bershabar dengan tidak menyebarkan tuduhan yang baru sebatas prasangka tersebut.

Siapa para tokoh penyebarnya? tidak lain adalah para munafiqin.

Yang lebih mengagetkan, ada juga kaum muslimin yang akidahnya masih lemah (atau sedang khilaf) yang tanpa sengaja ikut menyebarkan berita bohong tersebut.

2. Salah satu syarat Diterimanya Isu dengan Adanya Bukti dan Saksi

Jangan menerima isu begitu saja. Setiap tuduhan harus disertai dengan bukti dan saksi. Jika tuduhan masih bersifat prasangka, lebih baik kita diamkan, tidak menerimanya dan tidak menyebarkannya. Mengenai tuduhan harus disertai saksi maka hal ini tertulis di surat An Nur ayat 13 (salah satunya).

3. Bandingkan Tokoh Tersebut dengan Diri Sendiri

Timbanglah secara cermat dalam menilai benar tidaknya suatu isu. Timbangkan masak-masak apakah yang dituduhkan benar atau salah. Bandingkan pribadi orang yang diisukan dengan diri sendiri. Jika orang yang diisukan harusnya lebih sholeh dari kita, maka kita perlu melakukan tabayyun terlebih dahulu.

Ketika ditanya mengenai isu yang menimpa Ibunda A'isyah Radhiyallaahu 'anhaa, Sahabat Ayub Al Anshari radhiyAllaahu 'anhu menjawab pertanyaan istrinya secara diplomatis, yaitu dengan cara membandingkan kesholehan dirinya dengan kesholehan Ibunda A'isyah, jadi tidak mungkin  Ibunda A'isyah melakukan perbuatan keji tersebut.

4. Jaga Agar Nafsu Tidak Ikut Campur

Jangan biarkan hawa nafsu ikut campur dan berperan dlm menyelesaikan tersebarnya kabar bohong.

Contoh terpuji di sini adalah Zainab binti Jahsyi radhiyAllaahu 'anhaa, Istri yang lain, ummahatul mukminin. Ketika fitnah menyebar, beliau diam dan masih berkhusnudhon. A'isyah Radhiyallaahu 'anhu pun memuji sikap dari Ibunda Zainab tersebut.

Jika nafsu ikut campur, ketika berita bohong menimpa Ibunda A'isyah, maka para madunya akan dengan mudahnya menyebarkan berita bohong tersebut dan membuat suasana semakin buruk.

5. Sebagai Seorang Korban, Harus Pandai Bersikap

Beban terberat dlm menghadapi haditsul ifki adalah sikap yang mesti diambil oleh orang yg diisukan. Jangan sampai membalas berita bohong dengan berita bohong lainnya. Jangan melanggar kehormatan orang lain.

Contoh yang baik adalah sikap Rasulullah SAW dan keluarga Abu Bakar. Rasulullah sebagai suami dari seorang istri yang diisukan, sekaligus sebagai pemimpin dari Umat Islam saat itu. Maka, Rasulullah memilih tidak membahas isu ini sedikitpun. Rasulullah hanya mendiamkan Ibunda A'isyah dan tidak mengambil tindakan menghukumnya karena ketidak jelasan isu tersebut.

Keluarga Abu Bakar, sebagai korban, melakukan tindakan diam, tidak membalas isu tersebut dengan kebohongan yang lain, tidak melanggar kehormatan orang lain pula. A'isyah sendiri memilih mengadu kepada Allah dan bershabar menunggu keputusan dari Rasulullah Shalallaahu 'alaihi wa salam.

6. Setelah Terungkap Kebenaran, Beri Hukuman Kepada yang Menyebarkan

Menghukum orang yg terperdaya dan terlibat dlm menyebarkan fitnah.



Setelah ayat turun, maka Rasulullah mengumumkan bahwa A'isyah tidak bersalah dan melakukan pemeriksaan yang teliti terhadap sumber dari fitnah tersebut dan para penyebar utama dari berita bohong tersebut. Tentu harus dilakukan pemeriksaan dengan sangat teliti.


[Diambil dari Fiqhush Shirah Manhaj Haroki dan sirah Nabawiyah syeikh Safy Al Rahman Al Mubarakfuri]


Maka berhati-hatilah terhadap suatu kabar burung. Tabayyun adalah salah satu prosedur wajib yang dituntunkan. Tabayyun juga didapatkan pada peristiwa pengumpulan zakat dari Bani Mustaliq,  dan ada pembawa berita yang keliru menyampaikan berita, sehingga turun surat Al-Hujurat ayat  6.

Wallaahu a'lam

(Btw. Artikel ini tidak ada hubungannya dengan isue saat ini)

2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Material Absorbsi

Ada empat tipe bahan atau material  yang paling sering digunakan untuk mengontrol g angguan yang timbul karena adanya cacat akustik. Empat tipe bahan itu adalah Absorber, isolator, isolator vibrasi, dan damping. Namun di makalah ini hanya akan dibahas mengenai bahan untuk absorbsi.  Bahan absorbsi secara umum berfungsi untuk menyerap energi suara dengan tujuan menyeimbangkan reverberation time, menyerap gangguan yang tidak diinginkan, menghilangkan rentang fekuensi tertentu dan fungsi lainnya. Selain menambah kualitas akustik di suatu ruangan, aspek kenyamanan dan kesesuaian dengan komponen lain, misalnya pencahayaan, arsitek, dan lainnya, harus diperhatikan juga.  Setiap bahan absorbsi mempunyai koefisien absorbsi yang berbeda beda. Koefisien absorbsi suara suatu bahan didefinisikan sebagai perbandingan antara energi akustik yang diserap dengan energi akustik yang datang menimpa bahan tersebut. Koefisien absorbsi suara suatu bahan dapat dihitung dengan menggunakan

Semua akan Indah Pada Waktunya... Tasyabuh?

Larangan tasyabbuh edition.... "Semuanya Akan Indah pada Waktunya" ternyata kalimat tersebut dari BIBLE dan sudah menjadi syiar umum bagi kaum Nashrani (di Doa di nyanyian di Gereja). apakah kita akan menjadikan syiar mereka menjadi syiar kita sebagai umat Islam???? Insya Allah banyak kalimat dari Al Qur'an dan As Sunnah yang lebih baik dari perkataan tersebut. Salah satu contohnya adalah surat Fushilat ayat 30-31 atau Ali Imron yang berbunyi " wa saari'u ilaa maghfirotim mir Robbikum" ....dst. Eh kok ada yang beda di ayat tersebut? Yap, di sana TIDAK semuanya akan indah pada waktunya. Kita akan mendapatkan balasannya jika kita telah melakukan sesuatu terlebih dahulu (beriman, beramal, istiqomah dll) dan sudah dikehendaki oleh Allah. Jika tidak sependapat tidak apa-apa. Tapi bukankah kita lebih baik tidak atau berhati-hati untuk tidak bertasyabbuh? ------- ini bunyi kalimat tersebut di Bible...... "Ia membuat segala sesua

Unta Rahilah

“innamannaasa kal ibilil miati laa takaadu tajidu fiihaaa raahilah” “Sesungguhnya manusia itu bagaikan seratus ekor unta, hampir-hampir tak kau temukan di antara mereka yang benar-benar Rahilah (unta pembawa beban berat)” [HR Bukhari, XX/151 No.6017] Apakah yang dimaksud dengan 'Rahilah itu'. Al-Khaththabi rahimahullah: “mayoritas manusia memiliki kekurangan. Adapun orang yang memiliki keutamaan dan kelebihan jumlahnya sedikit sekali. Maka mereka seperti kedudukan unta yang bagus untuk ditunggangi dari sekian unta pengangkut beban.’ (Fathul Bari, 11/343) Al Imam Nawawi rahimahullahu:”Orang yang diridhoi keadaannya dari kalangan manusia, yang sempurna sifat-sifatnya, indah dipandang mata, kuat menanggung beban (itu sedikit jumlahnya).” (Syarah Shahih Muslim, 16/10) Ibnu Baththal rahimuhullahu: “Manusia itu jumlahnya banyak, namun yang disenangi dari mereka jumlahnya sedikit.” (Fathul Bari, 11/343) Apakah kita bisa menjadi Unta Rahilah itu di antara Umat islam