Langsung ke konten utama

Pernikahan itu...(3): Saat Mengambil Seorang Putri dari Sang Wali


Saat Mengambil Seorang Putri dari Sang Wali


Setelah mencari, nadhor, dan khitbah dengan berbagai perjuangan yang pasti unik bagi setiap orang, saatnya merencanakan hari H.

Hari H adalah hari yang sangat sakral karena di hari itulah sang pria akan mendapat suatu amanah yang sangat besar dan sangat berat. Sedangkan, sang wanita akan mendapat hak disertai kewajiban yang menanti dan menentukan di kehidupan selanjutnya di dunia dan akhirat. Ditambah lagi, di hari itulah suatu ikatan yang sangat kuat (mitsaqon gholidho) dibangun, dari yang sebelumnya haram melihat, haram menyentuh, menjadi halal atau bahkan sunnah untuk dipegang, dipandang dan seterusnya.

Perencanaan pernikahan sangat khas bergantung pada daerah dan latar belakang keluarganya. Yang mengurus pun bisa jadi adalah sang mempelai sendiri, panitia sewaan ataupun keluarga,

- Jika pengurus persiapan pernikahan adalah mempelai sendiri, harus benar-benar mengkonsep semuanya sendiri dan memastikan semuanya berjalan dengan baik dan syar'i sampai hari H sehingga tidak perlu ikut sibuk pada saat hari H. Dan lebih baik lagi jika mempelai membuat panitia mandiri dari teman-temannya.

- Jika pengurus persiapan pernikahan adalah panitia sewaan atau keluarga, Tugas kita sebagai mempelai sebenarnya terbilang simpel, yaitu memastikan proses pernikahan berjalan secara syar'i dan tidak ada syirik atau hal-hal lain.

Prinsip saya dalam pengadaan walimah adalah sebagai berikut:

1. Tidak boleh ada ikhtilat, yaitu campur baur antara tamu putra dan tamu putri. Oleh karena itu, tamu putri harus dengan tegas dipisahkan.
2. Pakaian mempelai wanita harus lebar dan syar'i, selebar jilbab yang dia kenakan sehari-harinya. Jangan sampai pada kesehariannya berjilbab lebar, karena 'budaya pakewuh', lekuk tubuh pun diumbar dan dipamerkan. Apakah mau sesuatu ibadah nikah ini mau dimulai dengan sesuatu yang melanggar syariah?
3. Mempelai Wanita tidak boleh dipertontonkan di depan tamu pria, hanya boleh di tamu wanita.
4. Tidak boleh ada kegiatan maksiat dan syirik di dalam pernikahan.
5. Tidak boleh hanya mengundang yang kaya tapi juga yang miskin.


Point-point di atas sering dilupakan oleh yang mengaku sudah ngaji, sudah paham, tetapi masih melakukan kesalahan tersebut.

Tadi adalah prinsip teknikal, tetapi yang lebih penting adalah tentang qolbun kita. Bagaimana kita harus meluruskan niat hati ini. Inti dari acara kita adalah:
1. Akad Nikah sebagai inti acara untuk menghalalkan dan membuat ikatan yang kuat antara suami dan istri.
2. Walimah sebagai pengumuman bahwa mereka berdua sudah halal. Jadi inti dari walimahan adalah pengumuman, bukan show off force bahwa saya sekaya ini. Alih-alih dapat pahala, malah riya' dan sombonglah yang didapat dan sia-sialah usahanya. Jadi sesuai budget yang dipunya berapa. Jika tidak bisa undang banyak, cukup tetangga satu RT, saudara dekat, dan teman-teman dekat.
3. Mahar adalah syarat sahnya nikah. Mahar bukanlah simbol yang mengatakan seberapa kaya diri kita. Mahar yang lebih dianjurkan adalah sebuah benda/harta yang jelas ukuranya sesuai kemampuan sang pria.

Dan tak lupa, hayati betul-betul setiap doa yang diucapkan kepada kita. Typical doa yang diucapkan itu seperti ini:

1. Barakallahu laka (kuma) wa baraka 'alaika (kuma) wa jama'a bainakuma fi khoir
2. Semoga pernikahan bisa sakinah, mawaddah wa rahmah
3. Semoga bisa jadi pasangan dunia surga (Bukan dunia akhirat ^_^)


Dan tetap hayati pula betapa jalan yang berliku harus ditempuh untuk mencapai tahap ini dan bersyukur karena orang yang di sampingmu lah yang akan tersenyum untukmu di kala susahmu ataupun senangmu dengan segala kekuatan yang terkandung di dalamnya.

Pengalamanku?

Pernikahan saya dengan istri adalah pernikahan yang cukup unik. Setelah semua masalah menguap begitu saja, dengan cepatnya, Allah menakdirkan suatu rencana yang diinginkan tapi diduga mustahil pada awalnya, yaitu hanya tiga minggu untuk mempersiapkan segalanya mulai dari nol sampai jadi ada.

Maka, konsep pernikahan pun diambil alih oleh sang Mempelai. Waktu ditentukan, segala peralatan walimah disiapkan, baju pernikahan didesain dan dijahitkan. Kami mempersiapkan secara terpisah, koordinasi melalui perantara yang paham agama dan sudah menikah pun tetap dilakukan.

Karena dana dari kami (bukan orang tua) yang terbatas dan waktu yang terbatas, kami sepakat bahwa pernikahan dilakukan secara sederhana dengan mengundang tetangga, saudara, dan beberapa orang penting. Kami tidak ingin setelah pernikahan meninggalkan hutang yang memberatkan. Instead using our money to walimahan, it was better to prepare our future containing many challenges.

Mahar berupa emas, uang, buku Zaadul Ma'ad nya Ibnul Qayyim Al Jauziyah (rahimahullah) yang berisi ilmu Aqidah, ilmu Fiqih, Tazkiyatun Nafs, serta Sirah Nabawiyah dan satu set buku tarikh dan sirah nabawiyah dipersiapkan untuk dibaca di keseharian kami nanti. Kami akan mempelajarinya dan memperbaiki aqidah kami, ibadah kami, ghirah kami, dan menambah ilmu pengetahuan kami.

Alhamdulillah, prosesi pernikahan berjalan dengan sangat lancarnya. Diwujudkanlah semua harapan agar tidak terjadi ikhtilat, baju yang lebar untuk mempelai wanita, dan tempat mempelai wanita yang hanya dipertontonkan di depan peserta wanita.

Tapi, sayang seribu sayang, saya dan istri sempat lupa diri. Setelah akad nikah dilakukan, saya tiba-tiba seperti mengenal seseorang shahabat yang sudah lama ga ketemu. Padahal, kita berdua bertemu yang dapat dihitung dengan jari, dan itupun dalam suasana serius tegang dan tanpa canda sehingga intonasi kami berdua sama-sama tegas (pada waktu ta'aruf, lamaran, dan serakahan). Jadi, kami malah keasyikan bercakap-cakap tanpa sadar bahwa kita dipandangi peserta akhwat. Harusnya kami bisa menahan diri untuk tidak berakrab-akrab di depan para tamu. Well, semoga bisa jadi lesson learned bagi yang lain.

Bersambung...(Pernikahan itu...(4): Saat Berbuka bagi Pengantin)

Wangsa Maju-Kuala Lumpur,
14 Oktober 2014


Kiriman terkait 
Pernikahan (4): 

Pernikahan (2): 

Pernikahan (1): 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#Pembinaan Diri (3)

(Lanjutan....) Setelah sekian lama, tulisan sederhana ini akhirnya bisa diselesaikan. Maklum, hampir full akitivitas, mulai dari 4 minggu sebelum Ramdahan sampai sekarang. Ok, mari kita lanjutkan. Tapi, sebelumnya, alhamdulillah ada beberapa habbit yang bisa jelek yang bisa diubah beberapa minggu terakhir. Ini semata-mata karena pertolongan Allah yang telah memberikan hidayah pada penulis. Sekarang the next habbits jelek yang perlu diatasi. Tidak perlu tergesa-gesa, tapi nikmati prosesnya.... :D. Jika artikel sebelumnya adalah kumpulan status, maka untuk tulisan kali agak berbeda. Sebelum masuk ke inti bahasan, mari kita review lagi makna dari ' Pembinaan Diri' . Apa sih Pembinaan Diri? Pembinaan Diri adalah Serangkaian program/ Sebuah Komitmen untuk membina dirinya sendiri dengan sarana-sarana yang sebenarnya berserakan di kehidupan keseharian kita. (Jadi bahasa tekniknya adalah dioptimasi agar lebih efektif) Pembinaan sendiri mempunyai tujuan agar ses

Semua akan Indah Pada Waktunya... Tasyabuh?

Larangan tasyabbuh edition.... "Semuanya Akan Indah pada Waktunya" ternyata kalimat tersebut dari BIBLE dan sudah menjadi syiar umum bagi kaum Nashrani (di Doa di nyanyian di Gereja). apakah kita akan menjadikan syiar mereka menjadi syiar kita sebagai umat Islam???? Insya Allah banyak kalimat dari Al Qur'an dan As Sunnah yang lebih baik dari perkataan tersebut. Salah satu contohnya adalah surat Fushilat ayat 30-31 atau Ali Imron yang berbunyi " wa saari'u ilaa maghfirotim mir Robbikum" ....dst. Eh kok ada yang beda di ayat tersebut? Yap, di sana TIDAK semuanya akan indah pada waktunya. Kita akan mendapatkan balasannya jika kita telah melakukan sesuatu terlebih dahulu (beriman, beramal, istiqomah dll) dan sudah dikehendaki oleh Allah. Jika tidak sependapat tidak apa-apa. Tapi bukankah kita lebih baik tidak atau berhati-hati untuk tidak bertasyabbuh? ------- ini bunyi kalimat tersebut di Bible...... "Ia membuat segala sesua

Unta Rahilah

“innamannaasa kal ibilil miati laa takaadu tajidu fiihaaa raahilah” “Sesungguhnya manusia itu bagaikan seratus ekor unta, hampir-hampir tak kau temukan di antara mereka yang benar-benar Rahilah (unta pembawa beban berat)” [HR Bukhari, XX/151 No.6017] Apakah yang dimaksud dengan 'Rahilah itu'. Al-Khaththabi rahimahullah: “mayoritas manusia memiliki kekurangan. Adapun orang yang memiliki keutamaan dan kelebihan jumlahnya sedikit sekali. Maka mereka seperti kedudukan unta yang bagus untuk ditunggangi dari sekian unta pengangkut beban.’ (Fathul Bari, 11/343) Al Imam Nawawi rahimahullahu:”Orang yang diridhoi keadaannya dari kalangan manusia, yang sempurna sifat-sifatnya, indah dipandang mata, kuat menanggung beban (itu sedikit jumlahnya).” (Syarah Shahih Muslim, 16/10) Ibnu Baththal rahimuhullahu: “Manusia itu jumlahnya banyak, namun yang disenangi dari mereka jumlahnya sedikit.” (Fathul Bari, 11/343) Apakah kita bisa menjadi Unta Rahilah itu di antara Umat islam