Pada
suatu waktu, siswa putra SMA MTA (teman penulis dulu) berpapasan dengan
siswa putri. Secara serentak mereka menundukkan kepala ke bawah. Selama
beberapa langkah, mereka tetap menundukkan pandangan. Tak terduga,
mereka saling berhadapan dengan menengok ke belakang. Wajah mereka
berhadapan lalu mereka berdua menundukkan kepala lagi karena malu. Lalu
mereka berdua melanjutkan perjalanan masing-masing. Cerita itu bukan
sekedar karangan, tetapi itu adalah sebuah fakta. Peristiwa ini tidak
hanya terjadi sekali. Namun, terjadi berkali-kali di zaman penulis masih
sekolah di sana (tahun 2006-2007). Ada hal apakah di balik kejadian
itu?
Di
SMA MTA, gadhul bashor (perbuatan menundukkan pandangan) ketika saling
bertemu antara putra dan putri sudah menjadi kebiasaan atau culture
(itu dahulu). Namun, ketika perbuatan itu hanya dimaknai sebagai sebuah
kebiasaan, hal itu tidak berguna sama sekali. Kebiasaan ghadul bashor
harus diiringi dengan niatan sebagai ibadah, harus ada unsur karena
Allah nya. Seperti fakta yang sudah ditulis di awal, kita bisa fahami
bahwa perbuatan mereka itu bukan karena dorongan dari iman, tetapi lebih
cenderung karena pakewuh sehingga ketika mereka merasa sudah tidak dilihat oleh siswa atau siswi yang berpapasan tadi mereka menengok karena penasaran.
Ketika
penulis mencoba mengadakan survey di asrama putra SMA MTA, 8 dari 10
santri asrama putra mengaku bahwa mereka menundukkan pandangan ketika
bertemu putri di lingkungan SMA karena rasa pakewuh atau malu dengan
putri. Di lain kasus, mereka menundukkan pandangan di SMA MTA, tetapi di
luar SMA MTA mereka bebas mengumbar pandangannya.
Seharusnya,
seorang pemuda muslim berazam untuk menundukkan pandangan. Menundukkan
pandangan tidak berarti harus menunduk-nunduk ketika berjalan, akan
tetapi menurut cukup dengan mengalihkan fokus ke arah lain. Atau pada
kasus tertentu, ketika menemukan suatu hal yang menarik hati haruslah
segera mengalihkan pandangan ke tempat lain.
Tulisan ini sekedar curhatan hati penulis ketika masih sekolah di SMA MTA. Lalu bagaimanakah urgensi dari menundukkan pandangan? Dan bagaimanakah hukumnya? Perlu pembahasan tersendiri.
Tulisan ini sekedar curhatan hati penulis ketika masih sekolah di SMA MTA. Lalu bagaimanakah urgensi dari menundukkan pandangan? Dan bagaimanakah hukumnya? Perlu pembahasan tersendiri.
Tapi
bagaimana kita mensikapi Ghadul Bashor tergantung kepada pemahaman kita
tentang hijab itu sendiri. Masalah tentang perbedaan pemahaman dalam
memahami haruskah hijab antara ikhwan dan akhwat sampai benar-benar
tertutup semua seperti ketika Aisyah menemui sahabat-sahabat Rasulullah
(hal ini memang diperintahkan Rasul). Atau pendapat yang lain yang
berpendapat bahwa hal itu khusus untuk istri Nabi, sedangkan akhwat yang
lain tidak sampai tertutup rapat seperti itu. Perlu pembahasan khusus,
untuk membahas kedua pendapat tersebut.
Wallahu A'lam Bishshowab
Komentar
Posting Komentar