Langsung ke konten utama

Tempat tempat mengangkat tangan di dalam sholat


Dalam kita melakukan sholat kita usahakan apa yang kita lakukan sama dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Sering kali penulis melihat adanya tetidaktepatan ketika mengangkat tangan dan caranya.
Oleh karena itu penulis mencoba menulis di sini mengenai hal ini.
Tempat mengangkat tangan adalah:
1.       Pada waktu takbiratul ihram (dalilnya ada pada hadits no 1,hadits no 2, hadits no 3, hadits 4, hadits 5)
2.       Pada waktu akan ruku’ (hadits no 2, hadits no 3, hadits 4, hadits 5)
3.       Pada waktu bangkit dari ruku’(hadits no 2, hadits no 3, hadits 4, hadits 5)
4.       Pada waktu bangkit dari rekaat ke-2 (hadits no 3, hadits 4)
Yang sering salah adalah pada bagian yang poin ke 4. Sering kali setiap kali bangkit dari sujud menuju ke rakaat selanjutnya selalu mengangkat tangan. Wallahou a’lam bishshowab.

Hadis 1
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا قَامَ اِلَى الصَّلاَةِ رَفَعَ يَدَيْهِ مَدًّا. الخمسة الا ابن ماجه و اللفظ للترمذى 1: 152
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Adalah Rasulullah SAW apabila berdiri untuk shalat, beliau (memulainya dengan) mengangkat kedua tangannya pelan-pelan”. [HR. Khamsah kecuali Ibnu Majah, lafadh ini bagi Tirmidzi juz I, hal. 152].

Hadits 2
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ص اِذَا قَامَ اِلَى الصَّلاَةِ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يَكُوْنَا بِحَذْوِ مَنْكِبَيْهِ ثُمَّ يُكَبّرُ. فَاِذَا اَرَادَ اَنْ يَرْكَعَ رَفَعَهُمَا مِثْلَ ذلِكَ وَ اِذَا رَفَعَ رَاْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ رَفَعَهُمَا كَذلِكَ اَيْضًا وَ قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَ لَكَ الْحَمْدُ. احمد و البخارى و مسلم. و للبخارِى: وَ لاَ يَفْعَلُ ذلِكَ حِيْنَ يَسْجُدُ. وَ لاَ حِيْنَ يَرْفَعُ رَاْسَهُ مِنَ السُّجُوْدِ. قى نيل الاوطار 2: 200
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Adalah Nabi  SAW apabila berdiri shalat beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua pundaknya, kemudian beliau bertakbir. Dan apabila beliau hendak ruku’ mengangkat kedua tangannya seperti itu. Dan juga apabila mengangkat kepalanya dari ruku’, beliau mengangkat kedua tangannya seperti itu dan mengucapkan, “Sami’alloohu liman hamidah rabbanaa wa lakal hamdu”. (Semoga Allah mendengar bagi orang yang memuji-Nya. Ya Tuhan kami, dan bagi-Mu lah segala puji). [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim. Dan bagi Bukhari disebutkan], “Dan beliau tidak mengerjakan yang demikian itu ketika sujud dan tidak pula ketika mengangkat kepalanya dari sujud”.

Hadits 3
عَنْ نَافِعٍ اَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ اِذَا دَخَلَ فِى الصَّلاَةِ كَبَّرَ وَ رَفَعَ يَدَيْهِ. وَ اِذَا رَكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ. وَ اِذَا قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَفَعَ يَدَيْهِ. وَ اِذَا قَامَ مِنَ الرَكْعَتَيْنِ رَفَعَ يَدَيْهِ. وَ رَفَعَ ذلِكََ ابْنُ عُمَرَ اِلَى النَبِيّ ص. البخارى و النسائ و ابو داود فى نيل الاوطار 2: 204
Dari Nafi’ ia berkata, “Bahwasanya Ibnu ‘Umar apabila memasuki shalat, ia bertakbir dan mengangkat kedua tangannya. Dan apabila ia ruku’ mengangkat kedua tangannya, dan apabila mengucapkan, “Sami’alloohu liman hamidah”, mengangkat kedua tangannya. Dan apabila berdiri dari dua reka’at, mengangkat kedua tangannya. Dan Ibnu ‘Umar memarfu’kan hadits itu kepada Nabi SAW”. [HR. Bukhari, Nasai dan Abu Dawud].

Hadits 4
عَنْ عَلِيّ بْنِ اَبِى طَالِبٍ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص اَنَّهُ كَانَ اِذَا قَامَ اِلَى الصَّلاَةِ اْلمَكْتُوْبَةِ كَبَّرَ وَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ. وَ يَصْنَعُ مِثْلَ ذلِكَ اِذَا قَضَى قِرَاءَتَهُ وَاِذَا اَرَادَ اَنْ يَرْكَعَ. وَ يَصْنَعُهُ اِذَا رَفَعَ رَاْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ. وَ لاَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِى شَيْءٍ مِنْ صَلاَتِهِ وَ هُوَ قَاعِدٌ. وَ اِذَا قَامَ مِنَ السَّجْدَتَيْنِ رَفَعَ يَدَيْهِ كَذلِكَ وَ كَبَّرَ. احمد و ابو داود و الترمذى و صححه فى نيل الاوطار 2: 204
Dari Ali bin Abu Thalib, dari Rasulullah SAW bahwasanya apabila beliau berdiri shalat wajib, beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya. Dan beliau berbuat seperti itu apabila selesai membaca (Al-Fatihah dan ayat Al-Qur’an) dan hendak ruku’, dan beliau berbuat yang demikian apabila mengangkat kepalanya dari ruku’, dan tidak mengangkat kedua tangannya pada sesuatu dari shalatnya dikala beliau duduk. Dan apabila berdiri dari dua raka’at, beliau mengangkat kedua tangannya seperti itu dan bertakbir”. [HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi. Dan Tirmidzi mensha-hihkannya].

Hadits 5
عَنْ اَبِى قِلاَبَةَ اَنَّهُ رَأَى مَالِكَ بْنَ الْحُوَيْرِثِ اِذَا صَلَّى كَبَّرَ وَ رَفَعَ يَدَيْهِ. وَ اِذَا اَرَادَ اَنْ يَرْكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ. وَ اِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ رَفَعَ يَدَيْهِ. وَ حَدَّثَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص صَنَعَ هكَذَا. احمد و البخارى و مسلم. و فى رواية: اَنَّ رَسُولَ اللهِ ص كَانَ اِذَا كَبَّرَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِيَ بِهِمَا اُذُنَيْهِ. وَ اِذَا رَكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِيَ بِهِمَا اُذُنَيْهِ. وَ اِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فَقَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَعَلَ مِثْلَ ذلِكَ. احمد و مسلم و فى لفظ لهما: حَتَّى يُحَاذِيَ بِهِمَا فُرُوْعَ اُذُنَيْهِ. فى نيل الاوطار 2: 205
Dari Abu Qilabah, bahwasanya ia melihat Malik bin Al-Huwairits, apabila ia mengerjakan shalat, bertakbir dan mengangkat kedua tangannya. Dan apabila akan ruku’ mengangkat kedua tangannya, juga apabila mengangkat kepalanya (dari ruku’) ia mengangkat kedua tangannya. Dan ia menceritakan bahwasanya Rasulullah SAW berbuat seperti itu”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim. Dan di dalam satu riwayat], “Sesungguhnya Rasulullah SAW dahulu apabila bertakbir, mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan dua telinganya. Dan apabila akan ruku’ mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan dua telinganya, dan apabila mengangkat kepalanya dari ruku’ dengan mengucap Sami’alloohu liman hamidah berbuat seperti itu”. [HR. Ahmad dan Muslim. Dan di dalam satu lafadh bagi keduanya], ”Sehingga kedua tangannya itu sejajar dengan kedua daun telinganya”.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

#Pembinaan Diri (3)

(Lanjutan....) Setelah sekian lama, tulisan sederhana ini akhirnya bisa diselesaikan. Maklum, hampir full akitivitas, mulai dari 4 minggu sebelum Ramdahan sampai sekarang. Ok, mari kita lanjutkan. Tapi, sebelumnya, alhamdulillah ada beberapa habbit yang bisa jelek yang bisa diubah beberapa minggu terakhir. Ini semata-mata karena pertolongan Allah yang telah memberikan hidayah pada penulis. Sekarang the next habbits jelek yang perlu diatasi. Tidak perlu tergesa-gesa, tapi nikmati prosesnya.... :D. Jika artikel sebelumnya adalah kumpulan status, maka untuk tulisan kali agak berbeda. Sebelum masuk ke inti bahasan, mari kita review lagi makna dari ' Pembinaan Diri' . Apa sih Pembinaan Diri? Pembinaan Diri adalah Serangkaian program/ Sebuah Komitmen untuk membina dirinya sendiri dengan sarana-sarana yang sebenarnya berserakan di kehidupan keseharian kita. (Jadi bahasa tekniknya adalah dioptimasi agar lebih efektif) Pembinaan sendiri mempunyai tujuan agar ses

Semua akan Indah Pada Waktunya... Tasyabuh?

Larangan tasyabbuh edition.... "Semuanya Akan Indah pada Waktunya" ternyata kalimat tersebut dari BIBLE dan sudah menjadi syiar umum bagi kaum Nashrani (di Doa di nyanyian di Gereja). apakah kita akan menjadikan syiar mereka menjadi syiar kita sebagai umat Islam???? Insya Allah banyak kalimat dari Al Qur'an dan As Sunnah yang lebih baik dari perkataan tersebut. Salah satu contohnya adalah surat Fushilat ayat 30-31 atau Ali Imron yang berbunyi " wa saari'u ilaa maghfirotim mir Robbikum" ....dst. Eh kok ada yang beda di ayat tersebut? Yap, di sana TIDAK semuanya akan indah pada waktunya. Kita akan mendapatkan balasannya jika kita telah melakukan sesuatu terlebih dahulu (beriman, beramal, istiqomah dll) dan sudah dikehendaki oleh Allah. Jika tidak sependapat tidak apa-apa. Tapi bukankah kita lebih baik tidak atau berhati-hati untuk tidak bertasyabbuh? ------- ini bunyi kalimat tersebut di Bible...... "Ia membuat segala sesua

Unta Rahilah

“innamannaasa kal ibilil miati laa takaadu tajidu fiihaaa raahilah” “Sesungguhnya manusia itu bagaikan seratus ekor unta, hampir-hampir tak kau temukan di antara mereka yang benar-benar Rahilah (unta pembawa beban berat)” [HR Bukhari, XX/151 No.6017] Apakah yang dimaksud dengan 'Rahilah itu'. Al-Khaththabi rahimahullah: “mayoritas manusia memiliki kekurangan. Adapun orang yang memiliki keutamaan dan kelebihan jumlahnya sedikit sekali. Maka mereka seperti kedudukan unta yang bagus untuk ditunggangi dari sekian unta pengangkut beban.’ (Fathul Bari, 11/343) Al Imam Nawawi rahimahullahu:”Orang yang diridhoi keadaannya dari kalangan manusia, yang sempurna sifat-sifatnya, indah dipandang mata, kuat menanggung beban (itu sedikit jumlahnya).” (Syarah Shahih Muslim, 16/10) Ibnu Baththal rahimuhullahu: “Manusia itu jumlahnya banyak, namun yang disenangi dari mereka jumlahnya sedikit.” (Fathul Bari, 11/343) Apakah kita bisa menjadi Unta Rahilah itu di antara Umat islam