Mungkin di antara kita pernah meraih prestasi, atau bahkan mengoleksi prestasi. Begitu banyak prestasi sehingga kita tidak lagi berjalan di atas bumi dengan perasaan hauna seperti tertulis di dalam Al-Furqon, "'ibadur rahmanulladzina yamsyuna 'alal ardhi hauna."
Terkadang, prestasi itu yang membuat kita semakin jauh dari Allah, bukan malah mendekatkan pada Allah. Alih-alih meluruskan niat untuk Allah ta'ala, tetapi malah meluruskan niat untuk mencari ketenaran, mencari pujian, pekiwuh, kekuasaan, harta atau malah wanita.
Lihatlah ke belakang
Lihatlah, bagaimana seorang 'Umar radhiyallahu 'anhu yang mengalahkan dua kerajaan adi daya, tetap menangis jika diingatkan tentang neraka. Bagaimana beliau tetap berkeliling Madinah di malam hari sekalipun beliau bisa menduduki singgasana seperti singgasana Kisra atau Kaisar Romawi.
Lihatlah bagaimana seorang Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu tetap rendah hati sekalipun kontribusi finansialnya sangat banyak di berbagai perang-perang di zaman Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam.
Kekaguman yang Salah
Terkadang kita juga mudah kagum kepada kekaguman yang salah. Kita terlalu mengagumi prestasi seorang yang melalui kontes kecantikan dimana banyak orang bisa menonton kecantikannya. Atau yang lebih umum, terkadang kita terlalu mudah menumpahkan kekaguman kita kepada suatu bentuk prestasi yang sebenarnya adalah hasil dari suatu proses maksiat.
Dan di saat yang lain, kita terlalu menganggap bahwa orang yang berprestasi pada suatu hal menjadi patokan segala hal, sehingga tanpa sadar kita mengesampingkan pertimbangan syar'i dan agama. Misalnya, bisa saja seseorang yang berhasil mendirikan suatu organisasi raksasa untuk menolong banyak orang atau anak-anak, tapi tanpa sadar kita selalu membetulkan pendapatnya dan menganggapnya punya ideologi yang benar, dan bisa jadi suatu saat nanti orang itu membawa pola pikir kita dan pola pikir orang-orang yang ditolongnya ke arah ideologi yang salah- misalnya sekuler.
Prestasi Boleh, Asalkan...
Berprestasi boleh, asalkan tidak ujub, tetap luruskan niat, dan jangan sampai lupakan Allah (ini yang paling penting). Jangan sampai gara-gara mengejar prestasi tersebut, kita melunturkan sensitifitas kita terhadap maksiat dan menumpulkan daya tahan dan juang untuk mengamalkan sunnah-sunnah-Nya. Hindarkan mengalahkan kepentingan kita terhadap kehidupan selanjutnya (akhirat), hanya untuk kehidupan dunia yang fana ini.
Dan yang juga sebagai poin tambahan, jadikan prestasi itu bukan untuk memicu kamu bermanfaat untuk diri kita sendiri saja, tapi juga untuk banyak orang, seperti Imam Muslim, Bukhori dan ulama' hadits yang membuat kitab hadits sehingga kita bisa ittiba' kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam.
Finally
Prestasi jangan sampai menjadikan kita lupa diri. Oleh karena itu, Jadikan prestasi menjadi sarana untuk mendekatkan diri pada Allah seperti yang telah dilakukan oleh para shahabat, tabi'in, dan ulama' salaf. Dan harus berhati-hati terhadap kekaguman yang melenakan.
Mari Berprestasi hanya karena-Nya, tanpa ketidakmurnian atau kesamaran niat.
:)
Kuala Lumpur 21 Desember 2014
Komentar
Posting Komentar