Langsung ke konten utama

Memutuskan, Melaksanakan atau Menunggu?


Ketika opsi pernikahan datang, dan berbagai pilihan dan dilema menghadang, maka hati harus tetap diorientasikan kepada diin agar tidak menyimpang terlalu jauh dari cinta-Nya, atau yang lebih parah, menyimpang dari syariat-Nya.

Salah satu dilema yang paling sering bermunculan dan berulang-ulang terjadi adalah ketika kata beserta rasa cinta terlanjur diucapkan atau disampaikan dan rasa pun saling bersambut, tetapi ada orang tersayang yang belum setuju lantaran belum selesainya kuliah salah satu pasangan. Contoh-contoh ini banyak bertebaran di sekitar penulis, ada yang kandas di tengah jalan tetapi menyelamatkan, ada yang happy ending, ada yang sad ending, ada yang menyimpang.

Bagaimanapun, konsepsi yang harus dipegang adalah:
1. istikhoroh. Cari pilihan yang tepat dari kedua alternatif dari sekian pilihan

2. Jodoh tak akan lari kemana. Kalo memang berjodoh, insya Allah bertemu meskipun banyak aral melintang. Tapi kalo memang bukan jodoh, meskipun terus diupayakan bersatu, tak akan pernah bisa berjodoh.

3. Terus berdoa kepada Allah Swt, minta yang terbaik buat semuanya

Terlepas dari sekian contoh yang ada di sekitar penulis tersebut, maka penulis coba menguraikan pilihan langkah-langkah yang bisa diambil oleh pasangan yang sedang bersambut rasa tersebut. Uraian terdiri dari sebab, akibat, kemungkinan-kemungkinan dan lain-lain...


1. Menunggu Sampai Salah Satu Pasangan Lulus dengan Meminang Terlebih Dahulu

Sebagai bentuk keseriusan untuk menikah, maka pinangan disampaikan terlebih dahulu. Tapi, menikahnya setelah lulus. Dalam rentang masa itu, hubungan antara keduanya harus dibatasi. Dan komunikasi pun harus melalui perantara dan tidak terlalu sering. Dikhawatirkan di antara pasangan tersebut tak bisa menahan gejolak nafsu. Itulah mengapa sebenarnya lebih baik dipilih prinsip: lebih cepat lebih baik. Tidak boleh terlalu lama, 6-9 bulan itu sudah termasuk lama. Pilihan ini termasuk aman jika tidak terlalu lama dan hubungan antara keduanya memang dijaga ketat.


2. Menunggu Sampai Salah Satu Pasangan Lulus tanpa Meminang Terlebih Dahulu

Yang berarti ditunggu sampai lulus kuliah tanpa ada ikatan khitbah (meminang). Maka, sebenarnya sama saja tidak ada hubungan antara keduanya. Tidak boleh ngobrol terlalu pribadi, tidak boleh saling curhat, tidak boleh berduaan. Ini sangat berat karena dengan adanya dunia maya, frekuensi untuk bertemu jadi sangat besar, facebook, twitter, dan blog. Saling 'kepo'-'kepo'-an. Saling galau-galau-an. Saling sindir-sindir-an di dunia maya. Pilihan ini sangat riskan dalam penjagaan hati dan bahkan penjagaan syariat antara keduanya. Bisa jadi akan menggumpal dan memadat yang bisa meledak sewaktu-waktu. Dikhawatirkan: apa bedanya dengan pacaran terselubung? Kalaupun harus dilakukan, maka harus super menjaga hati dan super menjaga komunikasi. Dan Perantara harus seorang suami istri ataupun saudara lelaki akhwat, atau saudara perempuan ikhwan.

3. Memutuskan Tidak Melanjutkan

Ketika untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan ternyata sangat riskan dari sisi kesucian hati dan syariat, dipilihlah cara bersabar dengan cara memutuskan untuk tidak melanjutkan. Dengan dipilihnya pilihan ini, maka tidak ada lagi hubungan antara sang ikhwan dan sang akhwat. Sang Ikhwan bebas melamar akhwat lain dan Sang Akhwat pun bebas menerima lamaran ikhwan lain. Sama sekali tidak ada ikatan. Dan tidak sepantasnya Ikhwan dan Akhwat saling mengawasi setelah melalui fase itu.

Contoh di sekitar penulis cukup banyak, dan insya Allah ini adalah kandas yang menyelamatkan. Walau pun, saya yakin, ini adalah pilihan yang sangat pahit dan sakit, dan kadang agak traumatik.


4. Memutuskan untuk Mempercepat dan Siap Menanggung Risiko

Ketika kedua belah pihak berhasil saling bermusyawarah dengan baik. Maka memutuskan segera menikah adalah jalan keluar yang terbaik. Jika keduanya saling mencintai, maka yang paling baik adalah cinta yang dibingkai dalam pernikahan. Setelah menikah pun, jika harus ada masalah semoga masalah itu menjadi barokah yang bisa mempererat, jika harus LDR (Long Distance Relationship) semoga kerinduan selama LDR menjadi pahala, jika ada pertengkaran semoga malah menjadi sarana untuk saling lebih memahami. Mengurangi kegalauan dengan Kepo di dunia maya karena bisa menghubungi langsung sang Pujaan Hati.

Tapi, akan muncul risiko yang banyak, membutuhkan kerelaan yang tinggi dan rasa saling percaya yang erat di kedua belah pihak. Dan harus bersedia untuk komitmen menjaga diri dari luar selama kuliah.

Wallahu A'lam, setiap kasus punya solusi nya masing-masing.

Btw, tulisan ini belum tentu valid, hanya berdasarkan sudut pandang penulis dan pengetahuan yang terangkum di otak penulis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#Pembinaan Diri (3)

(Lanjutan....) Setelah sekian lama, tulisan sederhana ini akhirnya bisa diselesaikan. Maklum, hampir full akitivitas, mulai dari 4 minggu sebelum Ramdahan sampai sekarang. Ok, mari kita lanjutkan. Tapi, sebelumnya, alhamdulillah ada beberapa habbit yang bisa jelek yang bisa diubah beberapa minggu terakhir. Ini semata-mata karena pertolongan Allah yang telah memberikan hidayah pada penulis. Sekarang the next habbits jelek yang perlu diatasi. Tidak perlu tergesa-gesa, tapi nikmati prosesnya.... :D. Jika artikel sebelumnya adalah kumpulan status, maka untuk tulisan kali agak berbeda. Sebelum masuk ke inti bahasan, mari kita review lagi makna dari ' Pembinaan Diri' . Apa sih Pembinaan Diri? Pembinaan Diri adalah Serangkaian program/ Sebuah Komitmen untuk membina dirinya sendiri dengan sarana-sarana yang sebenarnya berserakan di kehidupan keseharian kita. (Jadi bahasa tekniknya adalah dioptimasi agar lebih efektif) Pembinaan sendiri mempunyai tujuan agar ses

Semua akan Indah Pada Waktunya... Tasyabuh?

Larangan tasyabbuh edition.... "Semuanya Akan Indah pada Waktunya" ternyata kalimat tersebut dari BIBLE dan sudah menjadi syiar umum bagi kaum Nashrani (di Doa di nyanyian di Gereja). apakah kita akan menjadikan syiar mereka menjadi syiar kita sebagai umat Islam???? Insya Allah banyak kalimat dari Al Qur'an dan As Sunnah yang lebih baik dari perkataan tersebut. Salah satu contohnya adalah surat Fushilat ayat 30-31 atau Ali Imron yang berbunyi " wa saari'u ilaa maghfirotim mir Robbikum" ....dst. Eh kok ada yang beda di ayat tersebut? Yap, di sana TIDAK semuanya akan indah pada waktunya. Kita akan mendapatkan balasannya jika kita telah melakukan sesuatu terlebih dahulu (beriman, beramal, istiqomah dll) dan sudah dikehendaki oleh Allah. Jika tidak sependapat tidak apa-apa. Tapi bukankah kita lebih baik tidak atau berhati-hati untuk tidak bertasyabbuh? ------- ini bunyi kalimat tersebut di Bible...... "Ia membuat segala sesua

Unta Rahilah

“innamannaasa kal ibilil miati laa takaadu tajidu fiihaaa raahilah” “Sesungguhnya manusia itu bagaikan seratus ekor unta, hampir-hampir tak kau temukan di antara mereka yang benar-benar Rahilah (unta pembawa beban berat)” [HR Bukhari, XX/151 No.6017] Apakah yang dimaksud dengan 'Rahilah itu'. Al-Khaththabi rahimahullah: “mayoritas manusia memiliki kekurangan. Adapun orang yang memiliki keutamaan dan kelebihan jumlahnya sedikit sekali. Maka mereka seperti kedudukan unta yang bagus untuk ditunggangi dari sekian unta pengangkut beban.’ (Fathul Bari, 11/343) Al Imam Nawawi rahimahullahu:”Orang yang diridhoi keadaannya dari kalangan manusia, yang sempurna sifat-sifatnya, indah dipandang mata, kuat menanggung beban (itu sedikit jumlahnya).” (Syarah Shahih Muslim, 16/10) Ibnu Baththal rahimuhullahu: “Manusia itu jumlahnya banyak, namun yang disenangi dari mereka jumlahnya sedikit.” (Fathul Bari, 11/343) Apakah kita bisa menjadi Unta Rahilah itu di antara Umat islam