Langsung ke konten utama

Tiga Penyakit Ikhlas



Tiga Penyakit Ikhlas
Ada tiga penyakit ikhlas, yaitu:
A.      Ujub
-          Artinya adalah bangga dengan amalannya.
-          Amalannya terhapus, seperti terhapusnya pahala orang yang sombong.
-          Dalilnya adalah sebuah hadits qudsi,
“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan persekutuan. Oleh karena itu, barangsiapa mengerjakan amalan itu untuk-Ku bersama selain-Ku, maka Aku berlepas diri darinya.”
[HR Muslim 2985, Ibnu Majah 4202, Ibnu Majah 4202, Ahmad II/301, Ath Thayalisi 2559 dari Abu Hurairah]
-          Dalil lain adalah surat Al-Hasyr 23,
Allah Maha Sombong, Maha Agung, dari segala sesuatu yang dipersekutukan dengan selainnya.

B.      Riya’
-          Ada dua macam:
1.       Ibadah Hanya untuk manusia
2.       Ibadah mengharap dari manusia dan Allah
-          Dua-duanya tertolak, Dalilnya sama dengan kenapa tertolaknya suatu amalan karena ujub.
-          Dalam satu ibadah, bisa jadi sebagian amalan diterima karena ada bagian yang riya’ dan tidak riya’.
-          Al Fudhoil ibnu ‘Iyadh berkata,
1.       Meninggal kan amalan karena manusia adalah riya’
2.       Sedangkan mengerjakan amalan karena manusia adalah syirik.
3.       Tapi, jika meninggalkan amalan tersebut lalu mengerjakan ditempat yang sepi yang tidak terlihat manusia, maka hal seperti itu disunnahkan.
4.       Tapi jika amalan wajib, lebih baik dikerjakan di tempat yang terang/ bersama orang-orang yang lain.
C.      Sum’ah
-          Artinya mengerjakan amalan untuk Allah dalam kesendiriannya, kemudian menceritakan amalan itu kepada manusia.
-          Dalil
“Barangsiapa berbuat sum’ah, maka Allah akan menceritakan aibnya dan barangsiapa berbuat riya’ maka Allah akan memperlihatkan aibnya.”
[HR Bukhori 6499 7152, Muslim 2987, Ibnu Majah 4207, Ahmad 4/313, Al Humaidi 778, Al Baghawi, 4134, dari Jundub ibnu ‘Abdillah Al Bajali. Riwayat lain, dari Ibnu Abbas HR, Muslim 2989, dan dr Abu Sa’id Al Khudri  HR Tirmidzi 2381, dr Abu Bakrah HR Ahmad 5 45, Abu Hindun Ad Dari HR Ahmad 5 270]
Imam Nawawi berkata, tidaklah mengapa jika: Jika dia seorang yang alim yang menjadi teladan, dan dia menyebutkan amalannya itu dalam rangka mendorong orang2 yang mendengarnya agar mengerjakan malan tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#Pembinaan Diri (3)

(Lanjutan....) Setelah sekian lama, tulisan sederhana ini akhirnya bisa diselesaikan. Maklum, hampir full akitivitas, mulai dari 4 minggu sebelum Ramdahan sampai sekarang. Ok, mari kita lanjutkan. Tapi, sebelumnya, alhamdulillah ada beberapa habbit yang bisa jelek yang bisa diubah beberapa minggu terakhir. Ini semata-mata karena pertolongan Allah yang telah memberikan hidayah pada penulis. Sekarang the next habbits jelek yang perlu diatasi. Tidak perlu tergesa-gesa, tapi nikmati prosesnya.... :D. Jika artikel sebelumnya adalah kumpulan status, maka untuk tulisan kali agak berbeda. Sebelum masuk ke inti bahasan, mari kita review lagi makna dari ' Pembinaan Diri' . Apa sih Pembinaan Diri? Pembinaan Diri adalah Serangkaian program/ Sebuah Komitmen untuk membina dirinya sendiri dengan sarana-sarana yang sebenarnya berserakan di kehidupan keseharian kita. (Jadi bahasa tekniknya adalah dioptimasi agar lebih efektif) Pembinaan sendiri mempunyai tujuan agar ses

Semua akan Indah Pada Waktunya... Tasyabuh?

Larangan tasyabbuh edition.... "Semuanya Akan Indah pada Waktunya" ternyata kalimat tersebut dari BIBLE dan sudah menjadi syiar umum bagi kaum Nashrani (di Doa di nyanyian di Gereja). apakah kita akan menjadikan syiar mereka menjadi syiar kita sebagai umat Islam???? Insya Allah banyak kalimat dari Al Qur'an dan As Sunnah yang lebih baik dari perkataan tersebut. Salah satu contohnya adalah surat Fushilat ayat 30-31 atau Ali Imron yang berbunyi " wa saari'u ilaa maghfirotim mir Robbikum" ....dst. Eh kok ada yang beda di ayat tersebut? Yap, di sana TIDAK semuanya akan indah pada waktunya. Kita akan mendapatkan balasannya jika kita telah melakukan sesuatu terlebih dahulu (beriman, beramal, istiqomah dll) dan sudah dikehendaki oleh Allah. Jika tidak sependapat tidak apa-apa. Tapi bukankah kita lebih baik tidak atau berhati-hati untuk tidak bertasyabbuh? ------- ini bunyi kalimat tersebut di Bible...... "Ia membuat segala sesua

Unta Rahilah

“innamannaasa kal ibilil miati laa takaadu tajidu fiihaaa raahilah” “Sesungguhnya manusia itu bagaikan seratus ekor unta, hampir-hampir tak kau temukan di antara mereka yang benar-benar Rahilah (unta pembawa beban berat)” [HR Bukhari, XX/151 No.6017] Apakah yang dimaksud dengan 'Rahilah itu'. Al-Khaththabi rahimahullah: “mayoritas manusia memiliki kekurangan. Adapun orang yang memiliki keutamaan dan kelebihan jumlahnya sedikit sekali. Maka mereka seperti kedudukan unta yang bagus untuk ditunggangi dari sekian unta pengangkut beban.’ (Fathul Bari, 11/343) Al Imam Nawawi rahimahullahu:”Orang yang diridhoi keadaannya dari kalangan manusia, yang sempurna sifat-sifatnya, indah dipandang mata, kuat menanggung beban (itu sedikit jumlahnya).” (Syarah Shahih Muslim, 16/10) Ibnu Baththal rahimuhullahu: “Manusia itu jumlahnya banyak, namun yang disenangi dari mereka jumlahnya sedikit.” (Fathul Bari, 11/343) Apakah kita bisa menjadi Unta Rahilah itu di antara Umat islam