Langsung ke konten utama

Catatan Kecil dari Palembang

Palembang. Ketika dilihat dari pesawat yang terbang, tidak menyangka Palembang lebih indah dari pada yg diperkirakan. Jakarta? Kalah.

Seperti jalur cahaya yang diisi dengan cahaya2 kecil yg berjalan. di sekeliling jalur cahaya tersbut, cahaya2 berwarna warni tersebar. Tapi, tidak seterang cahaya di jalur utama.

Diameter mereka lebih kecil (saya kira), dgn tidak memperhatikan efek pencahayaan tentunya.
Dalam perjalanan Palembang-Jakarta, penulis ingin bercerita sejenak. Kenapa kegalauan ini terus menerpa? kegalauan akan kualitas diri yg merayap meningkat. Kegalauan akan produktivitas yg kurang maksimal dan tidak memacu diri ataupun memaksa diri agar berjuang lebih maksimal. Kegalauan akankah proses persiapan diri untuk melamar kuliah berjalan dengan lancar. Kegalauan akan amanah yg belum terlaksanakan dengan maksimal.

Penulis tidak peduli dengan arti kata yg sebenarnya dari kegalauan. Yang penulis pedulikan adalah adalah makna galau yg tersebar di jejaring sosial di fb, twitter, blog dan sebagainya. Makna galau yg mengalami pergeseran makna.

Galau tidak hanya sekedar tentang ketakutan akan ketidakpastian mendapatkan dambaan hati yg dicari, takut dambaaan hati direbut oleh orang lain. Tapi, galau harusnya diletakkan di tempat yang tepat.

Galau lebih tepat ditempatkan pada situasi berikut ini. Ketika diri sudah tahu akan ilmu, akan tetapi tidak mampu mengamalkannya, bahkan melanggar dan meremehkan ilmu tersebut. Contoh yang lebih konkret adalah ketika seseorang tahu bahwa suatu perbuatan tertentu adalah suatu dosa besar, akan tetapi dia masih melakukanya.

Harusnya kita galau jika kita paham akan suatu ilmu, namun kita tdk mampu melaksanakannya.
Wallahu A'lam bish showab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#Pembinaan Diri (3)

(Lanjutan....) Setelah sekian lama, tulisan sederhana ini akhirnya bisa diselesaikan. Maklum, hampir full akitivitas, mulai dari 4 minggu sebelum Ramdahan sampai sekarang. Ok, mari kita lanjutkan. Tapi, sebelumnya, alhamdulillah ada beberapa habbit yang bisa jelek yang bisa diubah beberapa minggu terakhir. Ini semata-mata karena pertolongan Allah yang telah memberikan hidayah pada penulis. Sekarang the next habbits jelek yang perlu diatasi. Tidak perlu tergesa-gesa, tapi nikmati prosesnya.... :D. Jika artikel sebelumnya adalah kumpulan status, maka untuk tulisan kali agak berbeda. Sebelum masuk ke inti bahasan, mari kita review lagi makna dari ' Pembinaan Diri' . Apa sih Pembinaan Diri? Pembinaan Diri adalah Serangkaian program/ Sebuah Komitmen untuk membina dirinya sendiri dengan sarana-sarana yang sebenarnya berserakan di kehidupan keseharian kita. (Jadi bahasa tekniknya adalah dioptimasi agar lebih efektif) Pembinaan sendiri mempunyai tujuan agar ses

Semua akan Indah Pada Waktunya... Tasyabuh?

Larangan tasyabbuh edition.... "Semuanya Akan Indah pada Waktunya" ternyata kalimat tersebut dari BIBLE dan sudah menjadi syiar umum bagi kaum Nashrani (di Doa di nyanyian di Gereja). apakah kita akan menjadikan syiar mereka menjadi syiar kita sebagai umat Islam???? Insya Allah banyak kalimat dari Al Qur'an dan As Sunnah yang lebih baik dari perkataan tersebut. Salah satu contohnya adalah surat Fushilat ayat 30-31 atau Ali Imron yang berbunyi " wa saari'u ilaa maghfirotim mir Robbikum" ....dst. Eh kok ada yang beda di ayat tersebut? Yap, di sana TIDAK semuanya akan indah pada waktunya. Kita akan mendapatkan balasannya jika kita telah melakukan sesuatu terlebih dahulu (beriman, beramal, istiqomah dll) dan sudah dikehendaki oleh Allah. Jika tidak sependapat tidak apa-apa. Tapi bukankah kita lebih baik tidak atau berhati-hati untuk tidak bertasyabbuh? ------- ini bunyi kalimat tersebut di Bible...... "Ia membuat segala sesua

Unta Rahilah

“innamannaasa kal ibilil miati laa takaadu tajidu fiihaaa raahilah” “Sesungguhnya manusia itu bagaikan seratus ekor unta, hampir-hampir tak kau temukan di antara mereka yang benar-benar Rahilah (unta pembawa beban berat)” [HR Bukhari, XX/151 No.6017] Apakah yang dimaksud dengan 'Rahilah itu'. Al-Khaththabi rahimahullah: “mayoritas manusia memiliki kekurangan. Adapun orang yang memiliki keutamaan dan kelebihan jumlahnya sedikit sekali. Maka mereka seperti kedudukan unta yang bagus untuk ditunggangi dari sekian unta pengangkut beban.’ (Fathul Bari, 11/343) Al Imam Nawawi rahimahullahu:”Orang yang diridhoi keadaannya dari kalangan manusia, yang sempurna sifat-sifatnya, indah dipandang mata, kuat menanggung beban (itu sedikit jumlahnya).” (Syarah Shahih Muslim, 16/10) Ibnu Baththal rahimuhullahu: “Manusia itu jumlahnya banyak, namun yang disenangi dari mereka jumlahnya sedikit.” (Fathul Bari, 11/343) Apakah kita bisa menjadi Unta Rahilah itu di antara Umat islam